Satu yang pasti, aku tahu ada yang salah dengan hubungan ini, pasti.
Sejak lama kita bersama, kenapa aku selalu merasa aku yang berusaha untuk memahami kamu? Aku wanita, aku ingin kamu yang menghargai aku.
“Kamu kenapa sih? Cuma masalah aku lupa sama janjian kita kemarin dan kamu marah-marah sama aku?” kamu berteriak, menyalahkan aku yang sedang meneteskan air mata.
“Cuma janjian kata kamu? Aku siap-siap dari jauh hari. Nunggu kamu buat datang, tapi kamu enggak datang.”
“Kamu enggak pernah bisa ngerti aku ya? Kamu egois.”
“Aku? Egois?” Aku tidak tahu harus menjawab dengan kata-kata apa lagi. Aku egois? Kenapa bukan kamu saja yang menjadi objeknya. Itu kamu, kamu yang egois sayang.
Aku habis akal, habis juga air mata. Kamu tahu aku ingin kamu ada disamping aku?
Kamu yang ada di bayangan aku saat aku memikirkan bagaimana indahnya memakai gaun pengantin berwarna putih. Dan kamu yang ada disamping aku. Kamu akan tersenyum dan mencium pipiku saat aku membicarakan tentang hal itu kepada kamu. Tapi sekarang ….
“Kamu gila ya? Nikah itu enggak semudah yang ada di fikiran kamu. Kita perlu biaya yang banyak dan, ah merepotkan. Aku gak mau mikirin itu sekarang.” Sergah kamu saat aku mengatakan tentang gaun putih dan kamu disamping aku.
Hanya dua tahun dan jawaban kamu sudah jauh berbeda, dan bahkan terima kasih. Kamu mengatakan aku gila. Itu sangat berarti dan meyakinkan aku, kamu bukan orangnya sayang.
Malam ini, kamu mengirimkan sms, berkata akan ada janji bertemu dengan seseorang. Kamu menghilang begitu cepat sebelum aku sempat bertanya, dengan siapa kamu janji bertemu?
Kamu, di dalam kafe. Bersama seorang wanita, duduk manis. Kamu bahkan membelai rambutnya dengan lembut! Mungkin sama lembutnya seperti waktu itu, saat kamu dengan aku. Sama.
Aku menghampirimu meja kamu, yang dengan wanita berpakaian ketat dan mini entah siapa itu. Oh itu selera kamu?
“Terima kasih.” Aku mengatakan kata terima kasih sambil menyentuh pundak kamu. Lalu beranjak pergi.
“Ka... kamu?” Kamu terperanjat, dasar lelaki bodoh.
Aku tidak ingin menangis lagi, aku sadar air mataku berharga sekali jikalau hanya diteteskan untuk orang seperti kamu. Kamu tidak menghampiriku juga. Bagus, tekadku sudah bulat.
“Kamu bodoh sekali ya?”
Itu kalimat yang kamu katakan, saat kamu memintaku untuk menemuimu esok harinya. Aku fikir akan ada kata maaf yang terucap. Aku mungkin memaafkanmu, tapi tidak akan memintamu kembali. Tapi ini di luar ekspetasiku.
“Bodoh? Maksud kamu?”
“Iya kamu bodoh.”
“Kemarin kamu baru saja bersama wanita dengan pakaian ketat dan mini di kafe, pada malam hari. Hanya itu yang mau kamu katakan? Aku bodoh?”
“Ayolah, kamu pasti tahu aku nantinya sama kamu lagi kan? Jadi ya, kamu bodoh.”
Terima kasih banyak, sekali lagi. Kamu laki-laki brengsek dan aku membenci kamu. Kamu fikir aku tong sampah yang bisa menampung sisa-sisa dirimu begitu saja? Kamu yang bodoh! Dan tentu saja, kamu brengsek. Secara umum, aku katakan lelaki memang brengsek.
P.S : cerpen ini hanya fiktif belaka. entahlah, jari saya sedang ingin mengetik hal-hal seperti ini. seperti halnya orang orang tahu, cinta tidak selalu dan selamanya indah, saat kamu mempercayai orang yang salah.
kirain nyata, ternyata cerpen.
ReplyDeletebagus!