Seseorang yang Paling Saya Cintai

Dia akan marah-marah saat saya pulang larut malam dan tidak memberi kabar.

Dia yang akan mendengar segala cerita dan permintaan saya, bahkan jika itu permintaan yang konyol.

Dia yang akan mengobati saya ketika sakit.

Dia yang berjuang keras untuk saya, setiap harinya.

Saya begitu menyayanginya.

Saya memanggilnya

Papa.

Saya menyayanginya, sama besarnya seperti saya menyayangi Mama.

Tidak ada beda.

Ketika Mama menyayangi saya, dan menunjukannya dengan pelukan, ciuman di pipi saya.

Papa tidak, Papa menunjukkannya dengan cara lain.

Waktu kecil, Papa selalu marah saat saya jatuh dan terluka. Saya harus hati-hati katanya.

Lalu kemudian papa mengobati saya. Menyuruh saya berhenti menangis.

Saat saya bilang tidak bisa, Papa akan memaksa saya untuk melakukannya. Sampai saya bisa.

Ingat saat Papa mengajari saya naik sepeda?

Papa menjawab setiap pertanyaan saya, saat saya masih kecil, hingga saya berumur 18 tahun seperti sekarang. Dan saya tidak pernah meragukan jawabannya.

Papa marah saat saya keluar dengan laki-laki dan tidak meminta ijin.

Papa saya terkesan pemarah ya?

Tapi saya tahu, marah-marahnya adalah bentuk kepedulian kepada saya.

Bentuk rasa sayang papa terhadap saya.

Saya menyayanginya.

Saya bangga menjadi putrinya.

Terima kasih selalu ada buat saya.

Tunggu saya beberapa tahun lagi Pa, sampai saya lulus kuliah.

Lalu tunggu saya lagi, sampai saya bisa membanggakan Papa dan Mama yang sudah membesarkan saya dengan penuh kasih sayang, cinta.

Kalian yang nomer satu dihidup saya, juara.