Persepsiku sempat berfluktuasi. Menunjukkan gejala panas- dingin. Hingga klimaksnya, aku bertemu manusia nyaris sempurna. Kubilang dia kloningan Ganesha- George Harrison- Mahatma Gandhi. Maharesi yang meninggalkan segala kefanaan guna mencapai kesempurnaan batin. Darinya cakrawala terbentang, pengetahuan terbuka lebar. Aku menyembahnya bagai berhala. Menyebut namanya hingga nyaris gila. Aku fanatik, aku haus kecerdasan yang dia tumpahkan ke sekujur otakku. Dia memberiku kesenangan tak terjabarkan. Dialah sang Dopamine.
Pleasure chemical, sosoknya menimbulkan kebahagiaan tiada tara. Tak ubah senyawa transmisi syaraf yang menyebarkan perasaan senang, lantas terekam oleh otak dan distimulasi secara berulang. Bukankah cinta itu klise? Bagaimana manusia terkoneksi menjadi amat ilmiah. Aku dan dia, terhubung karena mempunyai kemungkinan perbedaan genetik signifikan. Tapi dia itu dopamine! Dia membuncahkan neropinepherine yang membuatku berdebar saat bibir kami beradu. Menjadikan mukaku memerah. Suatu keadaan alogis yang teranalisis dengan sangat logis. Paradoks.
Bahwa rangkaian kata-katanya tentang cinta begitu kompleks, tidak sederhana.
Walaupun cinta tidak pernah terdeskripsi, setidaknya ini mewakili.
Nama penulisnya adalah Amnesti Marta.
Tidak banyak yang saya tahu tentangnya kecuali kalimat dalam profil blognya :
"belum sepenuhnya wanita, tetapi menolak untuk dianggap belia. kerap menjadi oposisi. masih mengorek tanah untuk mencari jalan tersembunyi menuju esensi hidup yg sesungguhnya."
Akun blognya aktif sejak januari 2010.
Yang paling saya sukai dari blog ini adalah bagaimana Amnesti Marta bertutur kata dalam tulisan, membuat saya berfikir mencari arti. Seorang teman yang merekomendasikan blog ini pada saya pada tahun 2010.
"Baca dit, kamu pasti suka tulisannya."
Lalu saya mengikuti setiap posting barunya, saya sebagai silent reader.
Tapi selalu ada rasa kagum, setiap kali saya membaca isi postingnya.
Saya mengaguminya :)